Pancasila disepakati sebagai sumber dari
segala sumber hukum. Namun tak sebatas itu, termasuk juga sebagai nilai budaya
yang menjiwai setiap gerak langkah rakyatnya. Hal ini mengartikan bahwa
kualitas akan produk hukum, budaya atau apa pun yang menjadi produk anak bangsa
ini, ditentukan oleh seberapa jauh bangsa Indonesia mampu memaknai atau
memahami sumber dasarnya itu sendiri. Akan tetapi yang menjadi permasalahan
saat ini adalah semakin lama pemahaman terhadap nilai – nila pancasila justru
semakin memudar, oleh karena itu sepertinya kita perlu mempelajari kembali akan
nilai yang terkandung didalam pancasila. Pengaruh masuknya budaya asing di
tengah kehidupan masyarakat yang selalu dikuti tanpa adanya penyaringan kaidah
merupakan salah satu penyebab semakin terkikisnya rasa nasionalisme bangsa
Indonesia.
Kecenderungan
untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lainnya, seperti komunisme,
misalnya, telah terjadi sejak era presiden pertama, Soekarno. Demikian juga
pada era sekarang, ada banyak kalangan yang bersikukuh untuk mengganti ideologi
yang telah sesuai dengan kondisi alam dan budaya Indonesia itu, dengan ideologi
baru, termasuk dari kelompok-kelompok garis keras. Pancasila itu menggambarkan
Indonesia, Indonesia yang penuh dengan nuansa plural, yang secara otomatis
menggambarkan bagaiaman multikulturalnya bangsa kita. Ideologi Pancasila
hendaknya menjadi satu panduan dalam berbangsa dan bernegara. Ini karena
masyarakat kita saat ini cenderung mengabaikan ideologi bangsanya sendiri.
Lantas, apakah Pancasila masih sesuai dengan semangat kemanusiaan Indonesia
saat ini? Ideologi pada dasarnya adalah suatu kesadaran kemanusiaan yang lahir
dan terbentuk karena diakibatkan adanya gesekan-gesekan kepentingan. Karena
itu, ideologi mesti mencerminkan dan harus relevan dengan kepentingan kelas
sosial. Boleh jadi Pancasila relevan dengan kepentingan masyarakat Indonesia
pada saat ideologi itu dibuat oleh para founding father.
Sebenarnya,
Pancasila itu masih sangat relevan dengan kepentingan masyarakat Indonesia.
Misalnya yang terkandung dalam butir ketiga yang menyebutkan bahwa bangsa
Indonesia harus bersatu karena masyarakatnya heterogen, multietnik,
multikultural, dan sebagainya. Dalam hal ini Pancasila sesuai dengan
kepentingan masyarakat karena ia dijadikan sebagai ideologi kesatuan/penyatuan
etnik, budaya dan lainnya, Indonesia adalah negara kesatuan atau disebut NKRI.
Akan tetapi, saat Pancasila berbenturan dengan arus globalisasi, maka ideologi
dirasakan tak cukup lagi dapat mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat
Indonesia. Globalisasi menciptakan babak baru, di mana hubungan interpersonal
kini menjadi lebih individualistik, mementingkan diri sendiri, dan pragmatis.
Globalisasi juga menjadikan hubungan interpersonal kini tak dibatasi lagi
dengan letak geografis. Hubungan itu dapat dilakukan lewat dunia maya,
internet, telepon genggam, jaringan TV kabel, dan sebagainya.
Globalisasi
tak diciptakan oleh siapa-siapa, tak diciptakan oleh “Timur atau Barat”,
melainkan ia dikehendaki bersama-sama. Jelas semangat keduanya berbeda sekali,
oleh karenanya pertanyaan apakah Pancasila masih relevan dengan kepentingan
manusia zaman kita sekarang ini, nampaknya akan sulit menemukan relevansinya.
Kini kita harus berangkat dari pengalaman bangsa “Eropa Timur” yang dulu
berideologi komunis. Komunisme pada masanya menjadi “hantu” yang menyebar di
hampir seluruh belahan Eropa, karena asumsinya ideologi itu relevan dengan
kepentingan masyarakat. Sebelumnya kaum proletar ditindas oleh penguasa
ekonomi, kapitalisme menjadi momok, sehingga ideologi komunisme dijadikan
sebagai instrumen perlawanan. Namun kini ideologi itu ditinggalkan pasca
ambruknya pada akhir Abad ke-19. Masyarakat Eropa Timur meninggalkan komunisme
karena ideologi itu sudah benar-benar tak mencerminkan kepentingan masyarakat;
para penguasa ekonomi, kaum kapitalis telah “memenuhi kewajibannya”, dan kaum
buruh telah “mendapatkan hak-hak mereka”.
Kata
Pancasila terdiri dari dua kata dari bahasa Sansekerta: pañca berarti lima dan
śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila sebagai dasar negara Republik
Indonesia berisi : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa 2. Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan 5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia. Dan globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan
dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia
di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya
populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu
negara menjadi bias. Negara Republik Indonesia memang tergolong masih muda
dalam pergaulan dunia sebagai bangsa yang merdeka. Tetapi, perlu diingat,
sejarah dan kebudayaan bangsa Indonesia telah ada jauh sebelum Indonesia
merdeka. Kebesaran dan kegemilangan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, atau
Mataram, menjadi bukti nyata. Kekuasaan kerajaan-kerajaan di Nusantara bahkan
sampai negeri seberang. Sayangnya, masa emas kerajaan-kerajaan tersebut hilang
dan berganti dengan kehidupan masa kolonialisme dan imperialisme. Selama tiga
setengah abad bangsa dan rakyat Indonesia hidup dalam kegelapan dan
penderitaan. Baru pada 17 Agustus 1945, bangsa dan rakyat Indonesia dapat
kembali menegakan kepala melalui proklamasi kemerdekaan. Jadi, Pancasila bukan
mendadak terlahir pada saat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tetapi
melalui proses panjang sejalan dengan panjangnya perjalanan sejarah bangsa
Indonesia. Pancasila terlahir dalam nuansa perjuangan dengan melihat pengalaman
dan gagasan-gagasan bangsa lain, tetapi tetap berakar pada kepribadian dan
gagasan-gagasan bangsa Indonesia sendiri. Oleh sebab itu, Pancasila bisa
diterima sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Sejarah telah mencatat,
kendati bangsa Indonesia pernah memiliki tiga kali pergantian UUD, tetapi
rumusan Pancasila tetap berlaku di dalamnya. Kini, yang terpenting adalah
bagaimana rakyat, terutama kalangan elite nasional, melaksanakan Pancasila
dalam segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan lagi menjadikan
Pancasila sekadar rangkaian kata-kata indah tanpa makna.
Memang masuknya pengaruh negatif budaya
asing tidak dapat lagi dihindari, karena dalam era globalisasi tidak ada negara
yang bisa menutup diri dari dunia luar. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia harus
mempunyai akar-budaya dan mengikat diri dengan nilai-nilai agama, adat
istiadat, serta tradisi yang tumbuh dalam masyarakat. Di depan Sidang Umum PBB,
30 September 1960, Presiden Soekarno menegaskan bahwa ideologi Pancasila tidak
berdasarkan faham liberalisme ala dunia Barat dan faham sosialis ala dunia
Timur. Juga bukan merupakan hasil kawinan keduanya. Tetapi, ideologi Pancasila
lahir dan digali dari dalam bumi Indonesia sendiri. Secara singkat Pancasila
berintikan Ketuhanan Yang Maha Esa (sila pertama), nasionalisme (sila kedua),
internasionalisme (sila ketiga), demokrasi (sila keempat), dan keadilan sosial
(sila kelima). Dalam kehidupan kebersamaan antar bangsa di dunia, dalam era
globalisasi yang harus diperhatikan, pertama, pemantapan jatidiri bangsa.
Kedua, pengembangan prinsip-prinsip yang berbasis pada filosofi kemanusiaan
dalam nilai-nilai Pancasila, antara lain:
·
Perdamaian bukan perang
·
Demokrasi bukan penindasan
·
Dialog bukan konfrontasi
·
Kerjasama bukan eksploitasi
·
Keadilan bukan standar ganda
Tata nilai universal yang dibawa arus
globalisasi saat ini sebenarnya tak lebih nilai-nilai Pancasila dalam artian
yang luas. Cakupan dan muatan globalisasi telah ada dalam Pancasila. Karena
itu, mempertentangkan ideologi Pancasila dengan ideologi atau faham lain tak
lebih dari sekadar kesia-siaan belaka. Selain itu, selama masih terjadi
pergulatan pada faham dan pandangan hidup, bangsa dan rakyat Indonesia akan
terus berada dalam kekacauan berpikir dan sikap hidup. Menggantikan Pancasila
sebagai dasar negara tidak mungkin karena faham lain tidak akan mendapat
dukungan bangsa dan rakyat Indonesia. Pancasila dapat ditetapkan sebagai dasar
negara karena sistem nilainya mengakomodasi semua pandangan hidup dunia
internasional tanpa mengorbankan kepribadian Indonesia. Sesungguhnya, Pancasila
bukan hanya sekadar fondasi nasional negara Indonesia, tetapi berlaku universal
bagi semua komunitas dunia internasional. Kelima sila dalam Pancasila telah
memberikan arah bagi setiap perjalanan bangsa-bangsa di dunia dengan
nilai-nilai yang berlaku universal. Tanpa membedakan ras, warna kulit, atau
agama, setiap negara selaku warga dunia dapat menjalankan Pancasila dengan teramat
mudah.
Jika
demikian, maka cita-cita dunia mencapai keadaan aman, damai, dan sejahtera,
bukan lagi sebagai sebuah keniscayaan, tetapi sebuah kenyataan. Mengapa? Karena
cita-cita Pancasila sangat sesuai dengan dambaan dan cita-cita masyarakat
dunia. Bukankah kondisi dunia yang serba carut-marut seperti sekarang ini
diakibatkan oleh faham-faham di luar Pancasila? Bukankah secara de facto faham
komunisme telah gagal dalam memberikan kedamaian dan kesejahteraan bagi rakyat
Uni Soviet? Bukankah faham liberalisme banyak mendapat tentangan dari
negara-negara berkembang? Sebetulnya Indonesia bisa melepaskan diri dari
perangkap hegemonik negara-negara maju. Cina, Korea Selatan, Brazil, India, dan
masih banyak negara lain yang notabene sebelumnya termasuk negara berkembang,
berhasil menunjukkan jalan keluar untuk lepas dari perangkap neoliberalisme.
Upaya melepaskan diri dari jerat neoliberalisme tersebut mampu mereka lakukan
dengan mengandalkan kekuatan lokal yang terus dibangun dan digunakan sebagai
senjata dalam menghadapi pasar bebas.
Peran
Pancasila sangat penting dalam menghadapi arus globalisasi. Karena Pancasila
merupakan sebuah kekuatan ide yang berakar dari bumi Indonesia untuk menghadapi
nilai-nilai dari luar, sebagai sistem syaraf atau filter terhadap berbagai
pengaruh luar, nilai-nilai dalam Pancasila dapat membangun sistem imun dalam
masyarakat kita terhadap kekuatan-kekuatan dari luar sekaligus menyeleksi
hal-hal baik untuk diserap, dan sebagai sistem dan pandangan hidup yang
merupakan konsensus dasar dari berbagai komponen bangsa yang plural ini. Lewat
Pancasila, moral sosial, toleransi, dan kemanusiaan, bahkan juga demokrasi
bangsa ini dibentuk. Pancasila seharusnya dijadikan sebagai poros identitas
untuk menghadapi bermacam identitas yang ditawarkan dari luar. Tetapi sangat
disayangkan jika wacana Pancasila belakangan ini mulai berkurang. Mengingat
berbagai potensi yang tersimpan di dalamnya, wacana nasional ini perlu untuk
dimunculkan kembali, dibangkitkan kembali dan digali terus nilai-nilainya agar
terus berdialektika dalam jaman yang terus bergulir. Untuk itu Pancasila harus
bisa kita telaah secara analitis. SARAN Perlu ditanamkannya nilai – nilai dalam
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Agar kita mampu memfilterisasi arus
globalisasi yang ada. Sesuaikah dengan nilai – nilai Pancasila. Pancasila dapat
berperan dalam era globalisasi apabila dari diri masing – masing sudah tertanam
nilai – nilai luhur Pancasila. Tentu akan percuma peran Pancasila dalam era
globalisasi ini, apabila dalam diri sendiri tidak mempunyai kesadaran akan
pentingnya nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan.
Jadi,
jika ada pertanyaan “Apakah Pancasila masih relevan di era globalisasi?” maka jawabannya ya. Kita
tak mungkin ingin terulang lagi kejadian G30S/PKI yang ingin mengganti ideologi
Pancasila menjadi ideologi Komunisme. Dan juga yang terjadi di Amerika yang
menganut paham Liberalisme sehinnga kurangnya terjamin hak-hak warga negara.
Karena
itu, kia harus mempertahankan ideologi Pancasila. Upaya untuk mempertahankan
ideologi Pancasila dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
1) Menumbuhkan
kesadaran untuk melaksanakan nilai-nilai Pancasila
2) Melaksanakn
ideologi Pancasila secara konsisten
3) Menempatkan
Pancasila sebagai sumber hukum dalam pembuatan peraturan perundangan nasional
4) Menempatkan
Pancasila sebagai moral dan kepribadian bangsa Indonesia
Jalur yang dapat
digunakan untuk mempertahankan Pancasila antara lain melalui jalur pendidikan
dan media massa.
Pancasila msh sangat relevan sbg ideologi bangsa indonesia.
BalasHapusMembuka wawasan , trimaksih artikelnya
BalasHapusTerimakasih
BalasHapus